Literasi Copy Paste
Membahas perkembangan zaman benar
tidak ada habisnya. Bukan hitungan hari atau jam dalam memperbaharui informasi
tetapi sudah bermain dengan hitungan perdetik. Kini waktu benar benar
menunjukkan jati dirinya, apabila manusia lalai maka tidak ada keberuntungan
baginya. Sepersekian detik berbagai informasi terbaru bermunculan. Semua mudah
dengan sekali sentuhan jari di gadget masing masing. Rasanya tidak ada yang
tidak akan kita ketahui dari fakta sampai berita bohongpun ada.
Teknologi tersebut memiliki ketulusan
dalam mempermudah segala aktivitas manusia. Tapi manusia belum cukup dewasa
dalam memanfaatkannya. Mengkaburkan prioritas, sampai lupa harus belajar atau stalking
mantan, lupa berbakti orangtua atau main game online, lupa sholat karena insomnia
berselancar didunia maya, kerja sambil main game, chatingan, nonton youtube.
Pribadi yang bijak luntur bersama self control yang diacuhkan. Bisa jadi
akhirnya membuat pribadi menjadi bukan manusia lagi. Innalillahi wainnalilaihi
rojiuun.
Lagi, bersama manusia indonesia yang
menduduki peringkat 60 dari 61 negara mengenai minat baca. Orang jawa terdahulu
memotivasi anaknya yang memiliki peringkat dengan angka banyak akan mengatakan,"
syukur, rankinge iso dibagi bagi sekeluarga nggih" (Bersyukur, peringkatnya
bisa dibagi bagi untuk satu keluarga ya) sehingga tidak membuat anak bersedih.
Kalau kita terus saja memaklumi hal tersebut dan tidak gelisah, tanyakan pada
diri anda "apakah saya ini tidak mampu memandang kebaikan dan masa depan?". Hindari kognitif yng
terdistorsi karena pemakluman sehingga kabur akan dampak yang akan dialaminya.
Zaman now rek, segalanya ada digadget
informasi apa aja ada, tinggal klik, pilih paragraf, klik copy, paste, print.
Mahasiswa nih, yang suka banget sama literasi copy paste mengikuti zaman yang
praktis dan efisien. Outpunya banyak sarjana menganggur, meski copy paste bukan
faktor utama dalam menentukan pekerjaan seseorang, tapi berperan dalam
mempengaruhi pola pikir manusia itu sendiri. Gak mau ribet ! Mana ada orang
sukses dalam kedipan mata, tiba tiba bisa jadi motivator, tiba tiba jadi dosen,
tiba tiba jadi presiden ?. Seandainya budaya itu ada, manusia gak butuh lagi
cita cita dan tidak ada gunanya kehidupan.
Coba kita liat kebelakang, bagaimana
para manusia terdahulu begitu bahagia memaknai kehidupannya dalam menuntut ilmu
terlebih. Syaikh Abdullah bin Hamud Az Zubaidi yang rela tidur dikandang ternak
sang guru untuk datang lebih awal dan mengajukan pertanyaan sebanyak mungkin di
majelis ilmu sang guru, Ibnu Jandal Al Qurthubi pun berangkat ke majelis ilmu
sebelum fajar untuk bisa duduk disamping sang guru. Tapi beliau tidak dapat
duduk disamping guru karena begitu banyak manusia yang ingin belajar pada sang
guru. Akhirnya ia melewati terowongan kecil hingga membuatnya luka luka. Ibnul
jauzi menceritakan, "Imam Ahmad bin
Hambal sudah mengkilingi dunia sebanyak 2 kali hingga ia bisa menulis kitab Al
Musnad" (Al jarh Wat Ta'dil, Ibnu Abi Hatim). Ayah dari Yahya bin Ma'in
adalah seorang sekretaris Abdullah bin Malik, ketika wafat beliau meninggalkan
100.000 dirham untuk Yahya. Namun Yahya bin Main membelanjakan semuanya untuk
belajar hadits, tidak ada yang tersisa kecuali sandal yang bisa ia pakai
(Tahdzibut Tahdzib, Ibnu Hajar, 11/282). Kita bisa saja mengatakan zaman kita
berbeda, dahulu belum ada fasilitas yang memudahkan, sekarang semuanya menjadi
mudah, lantas hasil yang kita dapat juga tidak sebaik yang mereka dapat bukan.
Mereka mampu hafal ribuan hadits, ahli dalam bidangnya, lihat kekita sendiri.
Hafal satu lembar buku saja tidak. Astagfirullah hal'adzim. Masih ada kesombongan
ternyata di dalam diri kita.
Hikmah yang bisa diambil dari manusia
terdahulu yang tidak dimiliki oleh kita adalah totalitas dalam niat dan
menuntut ilmu, mendatangi ahlinya dimana keabsahan informasi dapat dipertanggungjawabkan,
tidak memakan mentah mentah informasi yang ada atau malah mempercayai berita
bohong. Kalau kita mudah percaya sama informasi yang data dan sumbernya masih
dipertanyakan, bukankah termasuk dalam berbohong ?
Sudah banyak akhlak buruk yang
dihasilkan dari penakluman kita terhadap fenomena copy paste, fenomena tidak
bijak menggunakan teknologi, fenomena membaca dengan sumber yang tidak jelas dan
malasnya kita membaca. Tidak perlu menyalahkan keadaan, sebab kita sudah tahu
harus bagaimana dan memperbaikinya darimana. Bijaklah terhadap prioritas yang
ada, jangan sampai tidak dapat membedakan dunia nyata dan dunia maya serta
dunia khayalan, kalau di psikologi itu berbahaya, bisa jadi skizofrenia, kalau
sudah begitu nanti bersama kawan di rumah sakit jiwa. Hehe
Komentar
Posting Komentar