Tentang Hikmah
Assalamu'alaikum
Warahmatullahi Wabarakaatuh...
Siapa kita sampai berburuk sangka bahwa mad'u (objek dakwah)
tidak bisa diajak kepada kebaikan, menjudge hatinya keras dan kita menyerah darinya
?, sedang Allahlah yang menguasi pribadi setiap manusia, yang menghendaki
setiap hidayah diberikan kepada siapa. Astagfirullah hal'adziim. mari kita
belajar mengenai berdakwah dengan Hikmah.
ادْعُ
إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ
وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ
ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
"Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (Q.S An-Nahl : 125).
Berdasarkan ayat tersebut, maka kita diperintahkan untuk
menyeru manusia kepada jalan Allah SWT dengan Hikmah, apa itu hikmah ?
Pengertian Hikmah yang pertama adalah mengajak dengan cara
yang sesuai dengan keadaan mad'u (Objek dakwah). sesuai dengan pemahaman mad'u,
sesuai dengan gaya bahasa mad'u, dan memahami tingkat kesulitan dari mad'u
menerima dakwah, seperti adanya syubhat dalam diri mad'u.
Dalam perkuliahan psikologi pasti kita mempelajari bagaimana
mengasesmen seseorang dengan teknik observasi, kemudian kita harus mempunyai
sikap simpati dan empati, dituntut memahami sesorang tersebut, maka sangat
singkron dengan pemahaman Hikmah tersebut. Maha benar Allah atas segala
firmannya. Bahwa ilmu dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits benar mencangkup seluruh
aspek keilmuan dunia disamping ilmu akhirat. Sedikit penjelesan mengenai
pengertian Hikmah pertama yaitu;
1.
Memahami keadaan mad'u.
Sebelum menyampaikan kebaikan, kita harus mengetahui keadaan
dari mad’u, bagaiaman keadaan secara fisik, psikologis, minat dan ekonomi atau
seluruh dari mad’u. kenapa ?, supaya kita dapat menentukan dengan cara
bagaimana kebaikan yang kita sampaikan itu minimal dapat didengar dan sampai
dipahami oleh mad’u. bagaimana mad’u dapat mendengarkan ayat yang kita bacakan
sedang ternyata mad’u tuli, bagaimana mad’u dapat mendengarkan nasehat kita
dengan cara yang menjudge, itu dosa, itu neraka, sedang mad’u sedang tinggi
emosinya. Kita bisa membayangkan sendiri, apa yang terjadi.
2.
Memahami pemahaman mad’u
Dalam menyampaikan kebaikanpun harus dilihat pemahan dari
mad’u sampai mana. Ketika kita sudah membacakan tafsir, menurut ulama A, hadits
sekian dan seterusnya sedangkan mad’u tidak memahaminya, bagaiamana kebaikan
itu dapat diterimanya. Kasus lain ketika mad’u memiliki pemahaman logika,
sedang kita menyampaikan kebaikan yang abtrak sudah dipastikan mad’u tidak bisa
menerimanya. Maka kita sesuaikan dengan pemahaman dari mad’u tersebut.
3.
Memahami gaya bahasa mad’u
Penting bagi kita untuk bisa menguasai beberapa bahasa untuk
bisa masuk kepada seluruh mad’u, atau bagaimana berbicara dengan orang solo,
dengan orang batak, dengan orang Madura, pasti akan berbeda-beda. Kemudian akan
lebih baik dengan kelembutan dalam berutur kata, sopan dan tidak menyinggung
perasaan mad’u.
4.
Memahami tingkat kesulitan dari mad’u
Memahami mad’u apakah ia memiliki syubhat yang telah
tertanan di dirinya. Maka sangat sensitif jika syubhat yang telah menjadi ideologi
mad’u.
Pengertian Hikmah kedua yaitu, menyampaikan kebaikan dengan
ilmu, bukan dengan kebodohan. Dimulai dari yang terpenting dan terpenting
sesudahnya. Disini terdapat tahapan dalam belajar, yaitu mempelajari dasar-dasar
ilmu agama terlebih dahulu, yaitu Tauhid, Ma'rifatul Rasul, Aqidah dsb,
kemudian baru mempelajari ilmu pengetahuan. Seperti dalam teori psikologi “Kognitif
Map”, dimana apa yang dipelajarinya pertama kali akan menjadi dasar seseorang
menentukan baik dan buruk.
Pengertian Hikmah ketiga adlah mempelajari yang paling dasar
sampai mendalam dan membutuhkan pemahaman lebih. Disini subjek dakwah harus
mempersiapkan diri dengan ilmu pengetahuan yang banyak dan mendasar, seperti
ilmu hadits, ilmu tafsir, ilmu sastra dan sebagainya. Supaya apa yang
disampaikan dari subjek dakwah memang benar adanya, berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits
serta syariat islam. Tidak hanya dengan referensi “katanya-katanya”. Ketika yang
subjek dakwah sampaikan benar adanya, maka mad’u pun akan menerima kebaikan itu
murni adanya secara sempurna sesuai Al-Qur’an dan Hadits.
Wallahu ‘alam. Dimana kaki kita berpijak, disanalah
tanggungjawab kita sebagai khalifah fil ardh, maka perlu strategi Hikmah ini
sehingga mudah bagi subjek dakwah dalam menyampaikan kebaikan-kebaikan, beramar
ma’ruf nahi munkar. InsyaAllah. Disamping usaha kita yang nyata, maka sangat
perlu kita untuk berdo’a kepada Allah SWT, supaya apa yang kita sampaikan, yang
kita niatkan dengan ikhlas dapat menjadi wasilah hidayah kepada saudara-saudara
kita. Aamiin.
|Kajian Kader LSO LISFA|Fakultas Psikologi|UMM|
Komentar
Posting Komentar